Senin, 09 April 2012

Istiqamah Penyebab Kemunduran Islam

  Mungkin hanya dalam agama Islam-lah konsep istiqamah dapat ditemukan. Dengan demikian, konsep ini menjadi salah satu pembeda antara Islam dengan agama lainnya. Dalam Islam terdapat adagium yang berbunyi; “al-istiqamah khair min alfi karamah”, sebuah keistiqamahan (konsistensi) lebih baik daripada seribu kemuliaan. Adagium ini  setidaknya memiliki akar ke dalam ajaran profetik. Nabi saw. mengajarkan bahwa sebaik-baik amal perbuatan (ibadah) ialah yang dilakukan secara kontinue walaupun secara kuantitas hanya sedikit (ahabb al-a’mal adwamuha wa in qall).

          Istiqamah secara sederhana ialah melakukan sesuatu secara konsisten dan kontinue baik dilihat dari segi waktu, tempat atau kuantitas perbuatan yang dilakukan. Misalnya, Yono membaca surat Yasin setiap hari sebanyak lima kali, maka ia ber-istiqamah dalam jumlah perbuatan. Sedangkan Junaidi lebih menekankan kepada aspek waktu. Ia membaca surat Yasin setiap selesai shalat Maktubah. Maka Junaidi disebut mustaqim fil waqt (orang yang ber-istiqamah dalam waktu pelaksanaan). Selanjutnya, istiqamah bisa juga dilihat dari aspek tempat dimana seseorang melakukan suatu perbuatan. Misalnya, Ahmad senantiasa shalat berjamaah dan bertempat di belakang Imam.

          Bila ditelusuri lebih lanjut, konsep istiqamah memiliki dua implikasi. Pertama, dengan konsistensi dan kontinuitas tersebut umat Islam akan memiliki prinsip yang kokoh dan kuat. Mereka tak akan mudah terombang-ambing. Dalam kondisi dan situasi seperti apapun mereka akan tetap mempertahankan Islam yang sudah mengakar ke dalam jiwa. Kedua, umat Islam stagnan dan tidak welcome terhadap perubahan dan kemajuan. Implikasi kedua ini akan terjadi bila konsep istiqamah dipahami secara rigid dan kaku, yaitu bila istiqamah dimaknai sebagai konsistensi dalam segala hal, baik ibadah, aturan hukum, norma-norma, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Pemahaman semacam ini akan berakibat terhadap pelabelan “bid’ah” terhadap siapa saja yang telah melakukan inovasi dalam beberapa aspek tersebut, sebab hal itu sudah diluar keistiqamahan.

          Sampai di sini, kita sudah mulai menemukan sebuah jawaban mengapa saat ini umat Islam kalah maju dibandingkan dengan umat agama lain dalam aspek pengetahuan dan teknologi. Jawabannya ialah sebab umat Islam terlalu rigid memahami konsep istiqamah tersebut. Sehingga mereka tidak adaptif terhadap perubahan dan inovasi, bahkan mereka menolaknya secara keras. Sebaliknya, kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa Barat lebih maju dan berkembang dikarenakan mereka “tidak terlalu istiqamah” atau dengan istilah lain selalu berinovasi dan berkreasi, serta selalu kental dengan nuansa “bid’ah”.

          Dalam tulisan ini saya bukan hendak mengkritik konsep istiqamah yang telah melekat dalam ajaran Islam, sebab sebagai muslim saya juga terbiasa melakukan hal-hal secara istiqamah. Akan tetapi, hemat saya, perlu adanya klasifikasi dan pemetaan dimana kita harus melakukan dan menerapkan istiqamah dan dimana kita tidak seharusnya ber-istiqamah. Setidaknya hal ini bisa dibagi menjadi dua; pertama, dalam ubudiyah dan aqidah kita wajib melakukan secara istiqamah. Hal ini agar ajaran Islam tidak tercampur dan mengalami perubahan sebagaimana “beberapa agama di luar Islam”. Kedua, pada selain kedua aspek tersebut (ubudiyah dan aqidah), kita seharusnya tidak istiqamah. Dalam ilmu pengetahuan misalnya, kita tidak harus istiqamah hanya meniru dan mempelajari apa yang telah dipelajari oleh nenek moyang kita. Tetapi, di samping mempelajari pengetahuan-pengetahuan nenek moyang, kita juga harus improvisasi dengan mempelajari beberapa wawasan terkini dan modern, sehingga kita bisa berkembang dan maju.

          Apa yang saya utarakan ini sebenarnya bisa ditelusuri di dalam ajaran Profetik, Nabi saw. sejak dahulu sudah mewanti-wanti kepada para orang tua agar mempersiapkan anak mereka untuk hidup di masa yang -bisa jadi- sangat berbeda dengan masa para orang tua tersebut. Pada tahun 1950-an, orang tua kita mungkin tidak mengenal handphone, internet, facebook dan sebagainya. Itu adalah satu masa di mana teknologi belum menjadi “candu” bagi kehidupan sehari-hari. Tetapi, saat ini kecanduan terhadap teknologi sudah mengakar kuat. Sehingga, mencegah anak-anak untuk menggunakan produk teknologi tersebut bukanlah suatu solusi yang tepat. Akan tetapi, para orang tua harus memfasilitasi mereka untuk mempelajari teknologi dengan catatan disertai pembekalan moral yang cukup mapan. Teknologi ibarat pisau, hanya sebuah sarana. Implikasi negatif atau positifnya tergantung siapa yang memakai pisau tersebut. Bila dipakai oleh penjahat, bisa jadi digunakan untuk melukai atau mencederai orang lain. Dan akan berbeda bila digunakan oleh tukang jagal hewan.

           Maka, saya mengajak kepada semua generasi muda Indonesia dan Islam secara keseluruhan; marilah kita “tidak istiqamah” dalam aspek ilmu pengetahuan. Kita harus mempelajari teks-teks agama klasik, tetapi kita tidak boleh menutup diri untuk mempelajari ilmu pengetahuan  modern dan teknologi. Sebab, bila kita hanya tahu ajaran Islam klasik, maka kita akan “kebingungan” menghadapi musuh Islam yang sudah sedemikian canggih. Bukankah, jargon kita adalah: al-muhafadzah ala al-qadim as-shalih, wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah, melestarikan tradisi yang baik, dan mengadopsi inovasi-inovasi yang lebih baik. Wallahu A’lam.

Di bilik Annur2, 10 April 2012

Kamis, 05 April 2012

Bismillah, Dahsyat!


Dulu ada seorang wanita yang memiliki suami munafik. Segala ucapan dan gerak-gerik wanita ini selalu diawali dengan membaca Bismillah. Suatu saat, suaminya bertekad untuk mempermalukan isterinya atas kebiasaannya tersebut. Si suami menyerahkan sebuah bungkusan kepada isterinya seraya berpesan, “simpanlah!”. Iapun menyimpannya disebuah tempat dan menutupinya. Seiring waktu, ia lupa akan titipan suaminya. Di lain pihak, si suami mengambil bungkusan itu, mengambil isinya dan membuang bungkusan tersebut ke dalam sumur di belakang rumahnya.
Kemudian si suami meminta lagi bungkusan itu kepada isterinya. Dengan segera, si isteri bergegas ke tempat penyimpanan bungkusan itu. Sebelum mengambilnya, ia mengucapkan Bismillah. Allah swt. memerintahkan Jibril agar segera turun ke bumi dan mengembalikan bungkusan yang telah dibuang ke sumur itu ke tempat semula. Si isteri meletakkan tangannya untuk mengambil bungkusan itu. Ia menemukannya tetap di tempat semula. Si suami terkejut dan heran. Lalu ia bertaubat kepada Allah swt.